Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan fenomena alam 'Hujan Darah' yang terjadi di Aceh. Ternyata fenomena ini juga pernah terjadi di India. Namanya aja 'nyeremin', jadi membangkitkan praduga-praduga yang 'nggak-nggak'. Ada yang bilang serangan alien, sampai tanda-tanda akhir zaman.
Begitu dengar berita ini, saya langsung melakukan 'investigasi' (Gayanya...kayak detektif aja :-)), maksudnya cari-cari info lewat Internet kenapa fenomena 'Hujan Darah' bisa terjadi. Dan saya menemukan sebuah pernyataan resmi dari sebuah lembaga yang didaulat oleh Departemen Sains dan Teknologi India untuk menyampaikan penyebab terjadinya fenomena 'Hujan Darah'.
Pada awalnya CESS (Centre for Earth Science Studies) mangatakan bahwa kemungkinan penyebab 'Hujan Darah' adalah meteor yang meledak, yang menyebarkan sekitar 1.000 kg material. Tapi beberapa hari kemudian, CESS mencabut pernyataan tersebut. Mereka bilang, setelah mejalankan evaluasi Basic Light Microscopy, yang membuat hujan berwarna merah adalah partikel yang menyerupai spora. Ditambah lagi karena hasil ledakan meteor tidak mungkin terus jatuh dari stratosfer menuju wilayah yang sama saat tidak terpengaruh oleh angin.
Karena ini adalah spora maka sampel diserahkan kepada Tropical Botanic Garden And Research Institute (TBGRI) untuk dilakukan studi mikrobiologi.
Akhirnya, pada bulan November 2001, CESS dan TBGRI ditugaskan oleh Departemen Sains dan Teknologi India untuk mengeluarkan laporan bersama yang menyimpulkan bahwa ;
"Warna merah disebabkan karena adanya sejumlah besar spora dari ganggang membentuk lumut-dari jenis Trentepohlia. Verifikasi lapangan menunjukan bahwa kawasan itu punya banyak lumut jenis tersebut. Contoh lumut diambil dari Changanacherry, saat dikultur dalam media ganggang juga menunjukkan adanya spesies yang sama dari ganggang. Kedua sampel (dari air hujan dan dari pohon-pohon) juga dihasilkan dari jenis alga yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa spora yang terlihat pada air hujan paling memungkinkan berasal dari sumber-sumber lokal."
Sumber kemudian dikunjungi lagi pada tanggal 16 Agustus 2001 dan ditemukan bahwa hampir semua pohon dan batu di daerah tersebut tertutup oleh lumut Trentepohlia, dan diperkirakan bahwa tingkat lumut di wilayah ini sudah cukup untuk menghasilkan kuantitas spora yang membuat air hujan berwarna merah atau oranye.
Trentepohlia adalah Chlorophyte ganggang hijau yang dapat tumbuh subur pada tanah, kulit pohon atau batu yang lembab. Dia juga merupakan Simbion fotosintesis atau photobiont dari banyak lumut, termasuk beberapa dari mereka banyak ditemukan di pohon-pohon di daerah Changanacherry. Lumut bukanlah organisme tunggal, tetapi hasil dari sebuah kemitraan (simbiosis) antara jamur dan ganggang atau cyanobacteria.
Munculnya pernyataan ini secara resmi membantah hipotesa-hipotesa yang diklaim sebagai penyebab 'Hujan Darah' diantaranya ; Ledakan Meteor, letusan gunung, dabu padang pasir dari arabia apalagi serangan alien :-)
Pernyataan CESS dan TBGRI ini juga didukung oleh Milton Wainwright dari Universitas Sheffield, yang bersama-sama dengan Chandra Wickramasinghe, telah mempelajari spora stratosfir pada bulan Maret 2006.
Namun masih ada misteri yang belum terungkap sampai sekarang, yaitu bagaimana spora-spora itu bisa naik ke langit?!
Terus gimana sama 'Hujan Darah' di Aceh. Kalau ini agak-agak lucu, sob. Dr. Armidin bilang saat itu memang musim kemarau, dan atap-atap penduduk terbuat dari seng yang berkarat. Ketika panas terus menerus, terjadi penguapan warna dari atap seng tersebut. Sekalinya terkena hujan terjadilah 'mixing', dan hasilnya adalah air hujan berwarna 'kemerahan'.
0 komentar:
Posting Komentar